NUBUAT PERJANJIAN DAMAI TUJUH TAHUN SEGERA DIGENAPI
Perdamaian yang sejati bagi Yerusalem hanya akan ada setelah Yesus Kristus kembali ke kota itu. Sudah lebih dari 6 dekade manusia mengupayakan berbagai cara namun sampai hari ini masalah kota tua Yerusalem tidak pernah kunjung selesai. Alkitab menubuatkan berbagai upaya pendamaian Yerusalem itu terakhir akan diupayakan oleh seseorang, yang akan membuat Perjanjian Tujuh Tahun, namun ditengah tujuh tahun itu perdamaian malah akan digagalkan oleh kekerasan yang dilakukan otoritas juru damai itu sendiri.
Jika Anda benar-benar memahami nubuat-nubuat Alkitab, Anda akan berdebar-debar menyaksikan apa yang sedang terjadi di Timur Tengah saat ini, khususnya di wilayah Israel-Palestina. Sebuah nubuat paling ‘curious’ dan paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia akan segera digenapi. Tidak lama lagi nubuat Perjanjian Tujuh Tahun (Daniel 9:27) akan menjadi kenyataan, dan banyak misteri besar dalam eskatologi akan menjadi jelas.
Di tengah kemelut dan pergolakan yang terjadi di negara-negara Arab beberapa bulan terakhir ini, tiba-tiba persoalan Israel-Palestina kembali memanas. Pemicunya adalah kontrovesi atas pidato Presiden AS Barack Obama pada Kamis 19 Mei 2011 lalu, sehari sebelum kunjungan PM Israel Netanyahu ke AS. Aljazeera melaporkan bahwa Presiden As Barack Obama, mengenai masalah Israel-Palestina, mengatakan: “Perbatasan Israel dan Palestina harus didasarkan pada garis tahun 1967 dengan pertukaran wilayah yang disepakati bersama, sehingga batas-batas yang aman dan diakui ditetapkan untuk kedua negara.” Walaupun kemudian Obama mengatakan bahwa hal itu bukan merupakan proposal baru, namun penyebutan “kembali ke garis perbatasan tahun 1967” itu kepada publik berdampak sangat luas dan membuat suhu politik di Timur Tengah makin memanas.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu langsung menanggapi pidato Obama dan menolak ide Presiden AS itu. Israel akan menolak untuk kembali ke perbatasan yang “indefensiable” (tidak dapat dipertahankan). Netanyahu menekankan bahwa ia mengharapkan Obama untuk menahan diri dari menuntut Israel kembali ke perbatasan 1967, yang berarti akan meninggalkan populasi besar Israel di Yudea dan Samaria di luar perbatasan Israel, demikian Hareetz melaporkan.
Pada hari Minggu (22/Mei/2011) Obama mengomentari ulang kerangka kerjanya untuk menetapkan perbatasan Israel-Palestina berdasarkan batas pada tahun 1967, dengan memperhitungkan perubahan demografis yang telah terjadi sejak Israel menguasai Tepi Barat. Berbicara pada pertemuan tahunan Komite Amerika untuk Urusan Publik Israel, AIPAC (American Israel Public Affairs Commitee), Obama mengklarifikasi pidatonya yang ia sebut ditangkap bias dan telah menimbulkan kontroversi.
ISRAEL TERDESAK KE POSISI PRA-1967
Aktivis Palestina terinspirasi pidato Obama kembali ke batas pra-1967
Namun penyebutan perbatasan tahun 1967 itu telah terlanjur menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra, harapan palsu dan kecemasan, terutama di wilayah yang disinggung. Sebagian besar Publik Israel menunjukkan respon negatif. Sementara itu para pemimpin dan publik Palestina menunjukkan reaksi yang beragam antara gembira dan skeptis terhadap pernyataan Obama. Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri mengatakan kepadaAljazeera bahwa, Obama perlu membuktikan kata-katanya dengan langkah kongkrit bukan sekedar slogan.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas langsung menghubungi Liga Arab. Kantor Berita milik Pemerintah Qatar, QNA (Qatar News Agency) memberiotakan bahwa Liga Arab berencana meminta PBB memberikan keanggotaan penuh ke negara Palestina berdasarkan perbatasan dengan Israel yang ada sebelum Perang Timur Tengah 1967, seperti dilaporkan CNN.
Beberapa pemimpin negara Uni-Eropa terkemuka seperti Inggris dan Perancis langsung menunjukkan dukungan terhadap pernyataan Obama, karena memang Uni-Eropa mempunyai pandangan yang sama tentang garis perbatasan 1967 untuk Israel-Palestina. Bahkan Paris telah menawarkan diri menjadi mediator kepada PM Israel Netanyahu. Yahoo News melaporkan di Hungaria, dalam forum Asia Eropa (ASEM) ke-10, Selasa 7 Juni 2011, lebih dari 40 diplomat Eropa dan Asia menyatakan dukungannya pada rencana kerja Obama untuk perdamaian antara Israel dan Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 dan negosiasi pertukaran lahan.
KOTA TUA YERUSALEM MENJADI SUMBER MASALAH
Israel kali ini benar-benar terdesak dan tidak dapat menghindari tuntutan dunia berkaitan garis perbatasan pra Perang 1967. Namun Israel tidak mungkin kembali ke garis perbatasan pra 1967, sebab masalahnya bukan hanya pemukiman Israel yang terlanjur berada di wilayah paska 1967 saja, tetapi terutama berkaitan dengan kota tua Yerusalem (Yerusalem Timur). Yerusalem Timur yang merupakan wilayah yang diperoleh dari Perang Enam Hari 1967, tidak akan mereka lepaskan, karena Yerusalem adalah kota tempat tahta Daud, dimana mereka yakini pusat pemerintahan harus berada disana.
Sementara berkaitan dengan usulan pertukaran lahan, pihak Palestina juga tidak bakal melepaskan Yerusalem Timur untuk ditukar dengan wilayah manapun. Mereka juga berencana menjadikan kota Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina merdeka nantinya. Sudah dapat diperkirakan, masalah Yerusalem akan tetap menggantung, atau malah akan kembali menimbulkan konflik serius.
Dalam keadaan status tak menentu inilah, kelak (tidak lama lagi) seorang Raja akan muncul menjadi juru damai yang palsu. Daniel 9:27 menubuatkan, Raja itu akan membuat perjanjian yang memberatkan selama tujuh masa, namun di tengah tujuh masa itu Raja itu justru akan menghentikan ibadah korban harian dan akan menyebarkan hal yang keji yaitu penyembahan berhala (Wah 13:15) bahkan menimbulkan aniaya besar pada penduduk di seluruh Yudea (Mat 24:15).
“Dan ia akan meneguhkan perjanjian dengan banyak (bangsa) selama satu kali tujuh masa: dan di tengah-tengah tujuh masa ia akan menyebabkan pengorbanan dan persembahan khusus untuk berhenti, dan untuk menyebarluaskan hal yang keji ia akan membuat kengerian, bahkan sampai kebinasaan, dan yang ditentukan akan dicurahkan pada (yang membuat) kengerian.” (Dan 9:27 – Terjemahan dari KJV)
CAMPUR TANGAN VATICAN
Yahoo News melaporkan bahwa Paus Benediktus XVI dan Presiden Palestina Mahmud Abbas bertemu di Vatikan pada hari Jumat 3 Juni 2011 dan mengatakan ada “kebutuhan mendesak” untuk solusi yang langgeng bagi konflik Israel-Palestina. “Tekanan khusus diletakkan di atas kebutuhan mendesak untuk mencari solusi yang adil dan abadi bagi konflik Israel-Palestina,” kata Pemimpin Vatican itu dalam sebuah pernyataan setelah pembicaraan. Setiap resolusi konflik harus menghormati hak semua pihak termasuk melalui “pencapaian aspirasi sah rakyat Palestina untuk sebuah negara merdeka,” tambah pernyataan itu.
Presiden Palestina Abbas – Paus Benediktus, Vatican City 3 Juni 2011
Proses perdamaian Timur Tengah telah menjadi perhatian serius Para Paus, sejak PausPIUS XII, yang merupakan Raja kedua Vatican City, kemudian Paus Paul VI, Paus Yohanes Paulus II hingga Paus Benediktus XVI sangat aktif mengupayakan perdamaian antara Israel-Palestina. Paus Benediktus XVI, yang sekarang merupakan Raja ke tujuh Negara mikro Vatican City itu telah menyerukan pembentukan negara Palestina merdeka, saat berkunjung ke Israel pada tahun 2009. Benediktus telah empat kali bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas sejak dirinya menjadi Paus.
Kantor Berita Katholik – CNA (Catholic News Agency) dari Washington melaporkan, pada 19 April, 2011, Para Uskup Katolik AS telah bergabung dalam koalisi bersama pemimpin Yahudi dan Muslim mendesak Presiden AS dan Sekretaris Negara untuk mengambil kesempatan baru bagi upaya perdamaian antara Israel dan Palestina. Para Uskup dan pemimpin lainnya menyatakan dalam surat 14 April kepada Presiden Barack Obama dan Hillary Clinton, untuk menciptakan sebuah negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza sesuai dengan perbatasan 1967. Dan memungkinkan Israel dan Palestina untuk berbagi kontrol atas Yerusalem, dan menyediakan bagi pemulangan pengungsi Palestina sesuai dengan perjanjian kesepakatan antara kedua belah pihak.
Jika berita yang dipublikasi oleh CNA ini benar, maka kita tahu bahwa Vatican sedikit banyak turut mempengaruhi kebijakan Obama dalam hal ini. Apakah Obama akan berhasil menjadi penengah antara Israel-Palestina? Ataukah Paus akan turun tangan sendiri menjadi juru damai dan membuat perjanjian tujuh masa yang dinubuatkan Daniel 9:27 ? Kita perhatikan saja. Siapapun yang membuat perjanjian ini, ia juga akan menjadi pemicu penganiayaan besar yang terkenal sebagai “Great Tribulation” atas penduduk di Yerusalem dan di seluruh Yudea.
Hal ini akan terjadi tidak lama lagi, siap sedialah umat kudus-Nya.
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
0 komentar:
Posting Komentar